Tiap kali berbicara tentang bagaimana menjaga agar keluarga tetap kokoh berdiri, sakinanah dan wadah di tengah maraknya perceraian era mileneal ini, kita terus diingatkan Allah tentang sebuah keluarga yang sangat dahsyat keimanannya kepada Allah. Saking kokoh dan kuatnya iman sosok keluarga ini, Allah makin cinta dan memberikan cobaan serta ujian yang juga dahsyat tak terkira. Kedahsyatan ujian yang diterima sosok keluarga ini bukan sembarang ujian, ujian ini menguji seberapa ketabahan, keihlasan, kelembutan, keteladanan, baik ayah, ibu maupun anaknya. Ujian yang maha dahsyat ini dapat dilalui oleh keluarga ini dengan mulus dan selamat, hingga Allah tuliskan dan abadikan sebagai sebuah nama surat dalam al-Qur’an. Surat Ibrahim, Surat yang ke 14.
Ya. Itulah Ibrahim as, sang Nabi mulia, bapaknya para nabi dan utusan. Kepala keluarga yang mampu memberikan kedamaian dikala keluarga sedih terperi. Bapak yang memberikan keteladanan pengayoman ketika keluarga mulai oleng dan mengalamai disorientasi hidup. Ayah yang terus memberikan keteladanan agar jalan makin lurus dan ihlas. Utusan yang memberikan obor penerang membawa risalah yang agung dan mencerahkan menuju kedamaian hidup.
Nabi Ibrahim, nama yang pasti kita sebut saat kita shalat dan membaca shalawat Ibrahimiyah, lisan kita terus memuji sekaligus mendoakan kepada kepada namanya dan juga kelaurganya menjadi manusia dan keluarga yang terus dikasihi Allah.
Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang shaleh, keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Sang ayah, yaitu Ibrahim, serta istri dan kedua putranya, semuanya adalah hamba-hamba yang saleh. Ketaatan pada perintah Allah dalam kondisi apapun, kekhusuan ibadahnya menggetarkan arsy. Kesalehan yang dimiliki Nabi Ibrahim dicapai karena ilmu dan amal. Tanpa ilmu, tentu seseorang tidak akan mampu beramal dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dan ilmu tanpa amal tidak akan mendekatkan diri kepada Allah dan tidak akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang saleh.
Keluarga Ibrahim patut menjadi tauladan bagi keluarga kita, keluarga yang hidup di era mileneal ini. Era dimana Internet menjadi sebuah keniscayaan hidup, sarana yang tak dapat terelakkan. Apalagi 2 tahun kebelakang saat pandemi C-19, semua mengandalkan internet. Pendidikan, pengajian, jual beli dll berbasis internet sehingga suka tidak suka terjadi kegoncangan hidup. Banyak sisi positif yang kita dapatkan, akan tetapi dampak negative juga tidak dapat kita hindarkan. Disorientasi hidup, merosotnya nilai keimanan karena ketegantungan terhadap gaged.
Lihatlah hadirin yang berbagian betapa penggunaan gaged tanpa kendali menyebabkan runtuhnya hamonisasi keluarga. Kedamaian terkoyak, ketentraman pun menjadi barang langka.
Gaged juga menyerang keutuhan rumah tangga kita. Mempengaruhi kedamian keluarga kita. Berdasarkan data BPS angka perceraian tahun 2017-2022 meningkat sangat tajam. Jika pada tahun 2021 terdapat 291.677 kasus perceraian, maka di tahun 2022 ini telah naik menjadi 447.743 kasus, dan faktor terbesar dari perceraian adalah karena keributan/percekcokan suami dan istri yakni sebanyak 279.205 kasus atau 50% lebih. Sisanya terbagai dengan beberapa faktor, ekonomi, perselingkuhan dll.
Maka sebuah keniscayaan jika pagi ini kita mencari sosok ideal sekaligus panutan dalam membangun sebuah keluarga yang membawa kepada keluarga yang shalih, taat pada Allah. Keluarga itu adalah keluarga Nabi Ibrahim.
Terdapat 2 (hal) hal keteladanan dari keluarga Nabi Ibrahim as yang patut kita tiru agar keluarga kita ayem, tentrem, loh jinawi kerto raharjo, atau sakinah mawadah wa rahmah.
مَاكَانَ اِبْرٰهِيْمُ يَهُوْدِيًّا وَّلَا نَصْرَانِيًّا وَّلٰكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُّسْلِمًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, Muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik. (QS. Ali Imron : 67)
Pertama, Nabi Ibrahim sangat kuat imannya kepada Allah SWT. Beliau tidak meragukan sedikitpun keberadaan Allah SWT, tidak pernih menyembah selain Allah, baik itu matahari, bulan, patung, keris, jimat apalagi pengasihan. Nabi Ibrahim tidak pernah buang sesajen, ngalab berkah di kuburan apalagi bakar menyan. Beliau bermusuhan dengan syirik dan kesyirikan. Hanya Allah yang Beliau sembah dan hanya Allah yang Beliau mintai pertolongan. (QS. Al-Fatihah : 5)
Syirik dan kesyirikan telah menjadi musuh Islam sejak Nabi Ibrahim hingga Nabi Muhammad saw. Mengapa? Karena kesyirikan adalah kebodohan dan kesesatan yang sangat nyata, bagaimana bisa patung, keris, jimat dan benda fisik disembah, padahal mereka tidak memiliki kekuatan apa-apa juga tidak dapat memberikan kebaikan dan keselamatan terhadap manusia. (QS. Al-Anbiya’ : 66)
Dia (Ibrahim) berkata, “Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kamu?
Dari kokohnya iman dan tauhid keluarga Ibrahim ini, kita dapat dilihat buktinya yaitu keluarga Ibrahim sangat cepat dan mudah melaksanakan perintah Allah. Bagaimana mungkin jika tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah Ismail begitu sami’na wa atha’na ketika ditanya ayahnya Ibrahim tentang mimpi yang melihat Ismail disembelih Ibrahim?
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. Ashaffat : 102)
Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi Ibrahim kepada putranya, “Maka pikirkanlah apa pendapatmu?,” bukanlah permintaan pendapat kepada putranya apakah perintah Allah itu akan dijalankan ataukah tidak, juga bukanlah sebuah keragu-raguan. Nabi Ibrahim hanya ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam menerima perintah Allah subhanahu wa ta’ala.
Jawaban Ismail yang disertai “In sya Allah” menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak akan terjadi.
Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim lantas menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Ismail:
Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai putraku.” Nabi Ibrahim kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Ismail. Akan tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismail. Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allah ta’ala. Sebab tidak dapat menciptakan akibat. Baik sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Kedua, keluarga Nabi Ibrahim memiliki kesabaran dan tetap tawakl dalam menghadapi ujian.
Hal itu tercermin pada peristiwa di mana Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih bayi di Mekkah yang tak berpenghuni, tandus dan tanpa air. Kepsrahan dan kesabaran dalam diri Nabi Ibrahim, Hajar dan Ismail inilah yang pada akhirnya Allah menurunkan Malaikatnya untuk memberkan pertolongan melalui hentakan kaki bayi Ismail keluar mata air yang tak pernah kering yakni air zam-zam.
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekillah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur ” (QS Ibrahim:37).
Setidaknya terdapat 30 teks ayat al-Qur’an yang membas terkait manusia yang telah beriman dan bertakwa akan mendapat tantangan dan ujian dari Allah SWT. Salah satunya terdapat dalam QS. Al-Ankabut : 2
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?”
Kemudian seperti apakah tantangan dan ujian terbesar yang akan dihadapi manusia termasuk rumah tangga kita ?
Dari 30 ayat yang membahas tentang tantangan dan ujian keimanan, tantangan terbesar justru datang dari dalam diri pribadi kita, juga dari harta benda yang kita miliki.
Hal ini sebagaimana tergambar dalam QS. Ali Imran : 186
“Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.”
Lebih jelas lagi sebagaimana dalam QS. 2 : 155 Allah berikan gambaran secara rinci tantangan yang akan kita hadapi..
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Dari ayat-ayat di atas, dapat kita pahami bahwa sehebat dan sekuat apapun diri kita, jabatan dan kekuasan yang kita miliki tetap akan diberikan tantangan dan cobaan. Keluarga kita pun juga demikian. Makin harmonis keluarga kita, pasti Allah akan kirimkan badai dahsyat. Kuat atau tidak iman kita? Itulah yang harus kita jawab.
Dua tahun yang lalu, dunia juga mendapatkan ujian yang cukup berat berupa pandemic C-19, yang memaksa kita untuk beradaptasi luar biasa baik dunia pendidikan maupun dalam persoalan agama pun juga dipaksa menghadapi tantangan nyata yakni antara melindungi jiwa atau merelakan jiwa. Usai problem C-19 usai, kita dihantam ketakutan dengan langka nya minyak goreng, padahal bangsa ini adalah pemilik penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Ibarat ayam mati dalam lumbung padi.
Pun saat ini Dunia Eropa sedang berkecamuk perang antara Rusia dan Ukraina. Rusia memainkan kekuatan sumberdaya alam berupa minyak bumi dan gas nya, sedangkan Ukraina memainkan patron atau sekutu-sekutanya. Dunia Eropa sedang mengalami ketakutan akan masa depan mereka. Terbayang kesulitan bahan makanan, penghangat ruangan yang tak lagi lancar karena Rusia menyetop pasokan gas dan minyak buminya, karena hamper seluruh daratan Eropa kebutuhan gas dan minyak bumi 60% diimpor dan dipasok dari Rusia. Hidup bagai ditaruhkan. Kapan selesainya wallahu a’lam… Itu semua adalah tantangan nyata keimanan kita cobaan ketakwaan yang kapan saja akan terjadi.
Kita sebagai insan yang bertakwa, tentu tidak harus panic menghadapi kesulitan hidup tersebut. Karena kita punya Allah SWT pemberi segala hal yang dibutuhkan. Allah adalah penolong orang-orang yang beriman (QS. 2 : 257)
Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Kata kunci jika kita sedang menghadapi ujian adalah Pertama Mengontrol kondisi batin, mengontrol emosi, mengontrol suasana hati. Tidak meledak-ledak tidak mudah terprofokasi dengan hal-hal yang mampu meretakkan hubungan dan harmonisasi kehidupan. Sikap konrol diri membutuhkan modal dasar yang besar yakni sabar dan pemaaf. Sabar saat menerima cobaan yang datang dari luar kepada diri kita, sedangkan pemaaf adalah sikap batin kita menaklukkan ego dan emosi ketika seseorang telah berbuat kesalahan kepada kita baik meminta maupun tidak, tetap kita beri maaf. Inilah perkara yang paling berat. Dan ini hanya dapat dilakukan jika seseorang khusu’ (QS. 2; 45)
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,
Kedua, tetap berpegang teguh kepada tali Allah kapan dan dimanapun kita berada, susah senang, bahagian dan sengsara menghadapi dunia kita tetap berpegang teguh tali agama Allah. Al-Qur’an dan As Sunnah.
Hal ini dapat kita simak dalam QS. 3 : 103
Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.
Mengapa banyak orang yang mengalami disorientasi hidup? Terombang ambing? Menurut Prof. Yusuf Qardawi Guru Besar Tafsir Universitas Al-Azhar Kairo Mesir tidak lain karena manusia tidak berpegang teguh dengan tali agama Allah. Tidak menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman dan petunjuk hidup.
Jika keluarga kita memiliki kedua hal yakni keimanan yang kokoh dan kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi setiap cobaan yang menimpa kita. Niscaya, apapaun kesulitan hidup yang kita hadapi Allah akan ringankan dan berikan jalan keluar. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Allah akan berikan jalan keluar, dan diberikan rezeki yang tidak disangka-sangka datangnya (Attalaq: 2-3). Demikian khutbah ini kami sampaikan dan marilah kita berdoa semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba yang shalih shalihah, keluarga kita keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.